Friday, April 20, 2007

Ilmu dan Tsaqofah




ILMU DAN TSAQAFAH

Oleh : MR Kurnia





Makna Ilmu (Sains) dan Tsaqafah


Bila dalam bahasa dikatakan “’alima al rajulu ‘ilman” artinya hakekat suatu ilmu telah dimilikinya, dan “’alima al syai-a” artinya dia telah mengetahui sesuatu. Adapun bila dikatakan “a’lamahu al amra wa bi al amri” maka artinya memberitahukan sesuatu kepadanya. Berkaitan dengan tsaqafah, dalam bahasa Arab dikatakan “tsaqifa tsaqâfatan” artinya menjadi mahir atau piawai. Pelakunya disebut “tsâqifun” dan “tsaqîfun”. Dan “tsaqafa al kalâma tsaqâfatan” artinya dia mahir dan memahaminya (perkataan) dengan cepat tanggap. Makna-makna secara bahasa ini merupakan pokok dalam pemakaian lafazh-lafazh. Hanya saja apabila lafazh-lafazh tersebut dibuat untuk memberikan makna suatu istilah yang memiliki hubungan dengan makna bahasanya boleh-boleh saja. Misalnya, memberikan istilah kata fa’il dalam ilmu nahwu misalnya. Makna bahasanya adalah orang yang mengerjakan atau melakukan suatu perbuatan. Namun, dalam istilah nahu, istilah tersebut memiliki makna subjek dari setiap predikat.


Dalam konteks ini, orang-orang terdahulu memakai lafazh ilmu untuk semua pengetahuan bagaimanapun macamnya, mereka tidak membedakan antara al ‘uluum dan al ma’aarif. Kemudian, pada masa berikutnya, jadilah orang-orang menganggap pengetahuan yang bersifat rasional (al ma’aarif al ‘aqliyyah) dan pengetahuan alam ( wa al thabii’iyyah) berlaku umum untuk seluruh manusia. Mereka menganggap pengetahuan di luar itu sebagai pengetahuan yang bersifat pemberitaan (al ma’aarif al naqliyyah) yang berlaku khusus untuk ummat yang mendapat pemberitaan itu saja. Waktu pun maju terus. Mulailah ilmu digunakan untuk mendefinisikan pengetahuan-pengetahuan tertentu dan tsaqafah untuk pengetahuan-pengetahuan tertentu lainnya. Jadilah ilmu memiliki makna istilah dan tsaqafah juga memiliki makna istilah yang berbeda makna keduanya menurut bahasa.
Berangkat dari perjalanan istilah seperti itu, ilmu mengandung makna istilah spesifik, begitu pula tsaqafah. Ilmu merupakan pengetahuan yang diambil melalui cara pengamatan, percobaan/eksperimen dan penarikan kesimpulan. Diantara pengetahuan yang tergolong ilmu tersebut adalah ilmu fisika, ilmu kimia dan berbagai ilmu eksperimental yang lain. Istilah ilmu tersebut sekarang sepadan dengan istilah sains. Karakter dari sains itu adalah dapat diulang, diuji coba di laboratorium, dan hasilnya relatif tidak berubah. Sekedar contoh, kalau dahulu ditemukan bahwa bentuk sel gabus itu kosong, siapapun yang menelaahnya di mikroskop sekarang akan menemukan hal yang sama. Atau, boleh jadi berbeda. Begitu pula, dulu diketahui bahwa molekul air itu terdiri dari satu unsur O dan dua unsur H (H2O). Kapan pun kebenaran atau ketidakbenaran hal tersebut terbuka untuk dikaji ulang dengan melakukan percobaan yang persis dengan percobaan terdahulu itu. Begitulah semua jenis sains. Ringkasnya, benar tidaknya produk sains dapat diuji ulang oleh siapa saja dan kapan saja. Itulah ilmu (sains).


Adapun tsaqafah didefinisikan sebagai pengetahuan yang diambil melalui berita-berita, talaqqiy (pertemuan secara langsung) dan istimbath (penggalian/penarikan kesimpulan dari berita-berita tersebut). Karenanya, tsaqafah tergantung kepada bangsa masing-masing, kepercayaan terhadap orang-orang yang memberitakannya, serta landasan dan cara berpikir orang dalam menarik kesimpulan dari berita-berita yang diterimanya. Misalnya, sejarah. Sejarah tidak dapat diujicobakan, tidak bisa dieksperimentasikan. Sejarah tidak dapat diulang, sebab sejarah merupakan kejadian masa lalu. Generasi sekarang mendapatkan cerita tentang penjajahan Belanda, awal masuknya Islam ke Indonesia, dulu ada yang namanya Musthafa Kamal dan sebagainya sampai ke generasi searang melalui jalur pemberitaan. Bila yang meriwayatkan itu adalah Belanda maka penjajahan belanda itu bukanlah penjajahan melainkan sebuah ekspedisi dan penyebaran suci agama Kristen. Pemahaman sebaliknya akan terjadi bila yang membeberkannya adalah kaum muslim yang ada di Indonesia, misalnya. Ada yang menyatakan bahwa Islam sampai ke Indonesia pada abad ke-17 M, namun ada juga yang menegaskan Islam masuk abad ke-12 M. Ada yang menulis bahwa Islam di Indonesia disebarkan oleh para pedagang Persi dan Gujarat, namun ada pula yang menegaskan bahwa para pengemban dakwah di Indonesia itu merupakan utusan dari khalifah Islam yang kebutuhan hidup sehari-harinya dipenuhi melalui cara berdagang. Mereka datang bukan untuk berdagang melainkan berdakwah. Demikian pula orang-orang Barat memuja dan memuji Musthafa Kamal sebagai tokoh dan pahlawan modern yang mensekulerkan Turki. Sebaliknya, kaum muslim generasi terdahulu meriwayatkan bahwa dia itu Yahudi yang mengaku muslim sebagai antek Inggris yang menghancurkan Daulah Khilafah Islamiyyah yang berpusat di Turki. Begitulah, sejarah dipercaya tergantung kepada berita yang sampai kepadanya. Untuk menguji kebenarannya tidak dapat dieksperimentasikan, melainkan tergantung kepada siapa yang dapat dipercaya beritanya. Bahasa termasuk tsaqafah. Mengapa orang yang telentang diatas kasur dinamai ‘tidur’ bukan ‘mencangkul’, mengapa alat untuk menulis dinamai ‘pensil’ bukan ‘pancing’, mengapa orang yang melahirkan anak dikategorikan ‘perempuan’ bukan ‘jantan’, dan lain-lain. Tidak ada orang yang dapat menjawab pertanyaan ‘mengapa’ tersebut. Sebab, sudah dari sananya begitu. Demikianlah generasi terdahulu menyampaikan. Hal yang sama berlaku bagi fiqih, filsafat dan seluruh pengetahuan non eksperimesial lainnya. Semuanya termasuk tsaqafah.


Terdapat pula pengetahuan-pengetahuan yang non eksperimental yang berkaitan dengan ilmu sekalipun pengetahuan-pengetahuan tersebut masuk dalam tsaqafah seperti matematika, teknik dan perindustrian. Pengetahuan-pengetahuan ini kendati tergolong tsaqafah akan tetapi ia dapat dianggap dalam katagori ilmu dari segi keberadaannya umum untuk seluruh manusia bukan dikhususkan untuk suatu ummat saja. Demikian juga hal yang menyerupai perindustrian tergolong dalam tsaqafah yang berhubungan dengan al hiraf (profesi/kerajinan), seperti perdagangan dan pelayaran, hal ini dianggap dalam katagori ilmu dan ia umum sifatnya. Adapun kesenian seperti melukis, memahat dan musik adalah termasuk kedalam tsaqafah karena dia mengikuti persepsi tertentu, dan ia merupakan tsaqafah khusus. Perbedaan antara tsaqafah dan ilmu adalah ilmu bersifat universal untuk seluruh ummat tidak dikhususkan kepada satu ummat saja tanpa ummat yang lain, sedangkan tsaqafah adalah khusus sifatnya dan dinisbahkan kepada ummat yang memproduksinya atau ia merupakan karekteristiknya/ciri khasnya dan keistimewaannya, seperti sastra dan sejarah para pahlawan, filsafatnya tentang kehidupan, dan terkadang tsaqafah ini bersifat umum seperti perdagangan, pelayaran, dan yang semisalnya. Oleh karena itu ilmu diambil secara universal, artinya diambil dari ummat mana saja karena ilmu bersifat universal tidak dikhususkan untuk satu ummat saja. Sedangkan tsaqafah maka ummat mulai dengan tsaqafahnya sehingga apabila dia telah mempelajarinya, memahaminya dan telah mengakar dalam benaknya baru dia mempelajari tsaqafah-tsaqafah yang lain.


Tsaqafah Islamiyyah


Tsaqafah islamiyyah adalah segala pengetahuan yang mana ‘aqidah islamiyyah merupakan sebab dalam pembahasannya, segala pengetahuan tersebut mengandung ‘aqidah islamiyyah dan membahas tentang aqidah tersebut seperti ilmu tauhid. Atau, segala pengetahuan tersebut berdasarkan kepada ‘aqidah Islam seperti fikih, tafsir dan hadits, ataupun segala pengetahuan yang diniscayakan untuk memahami sesuatu yang terpancar dari aqidah Islam berupa hukum-hukum, seperti pengetahuan-pengetahuan yang mewajibkan ijtihad dalam Islam. Contohnya, ilmu-ilmu bahasa arab, musthalah hadits dan ilmu ushul. Semuanya ini adalah tsaqafah islamiyyah karena ‘aqidah islamiyyah merupakan sebab dalam pembahasannya.


Dan tsaqafah islamiyyah semuanya kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Dari keduanya dan dengan memahami keduanyalah semua cabang tsaqafah islamiyyah. Dan keduanya ini pula termasuk tsaqafah islamiyyah karena ‘aqidah Islam mewajibkan mengambil keduanya dan terikat dengan apa yang dibawa oleh keduanya. Al qur’an menyuruh kaum muslimin agar mereka mengambil apa yang telah dibawa oleh Rasul SAW. Allah SWT berfirman : “Dan apapun yang dibawa oleh Rasul maka ambillah, dan apapun yang dicegah oleh Rasul maka jauhilah” (TQS. Al Hasyr : 7).

Padahal mengambil apa yang telah dibawa oleh Rasul tidak mungkin kecuali setelah memahami dan telah mempelajarinya. Akibatnya, terdapatlah pengetahuan-pengetahuan yang diniscayakan untuk dapat memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Muncullah macam-macam pengetahuan Islam. Dengan kata lain, lahirlah tsaqafah islamiyyah yang memiliki makna tertentu yaitu Al Qur’an, As Sunnah, bahasa, sharaf, nahwu, balaghah, tafsir, hadits, mushthalah hadits, ushul, taihid dan lain-lain yang termasuk dalam pengetahuan-pengetahuan Islam.

Daftar Bacaan
1. Shabir Ahmed, A. A. Muntaqim, dan Abdul Sattar. 1997. Islam and Science. Islamic Cultural Workshop, USA. 2nd edition. 72p.
2. Abdurrahman Al Baghdadi. 1991. Islam Bangkitlah. Gema Insani Press, Jakarta. 174p.
3. ______________________. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Penerbit Al-Izzah, Bangil. 153p.
4. Taqiyyuddin An Nabhani. 2001. Nizhâm al Islâm. Min Mantsûrât Hizbit Tahrîr. Edisi 6. 136p.
Custom Search