Membentuk Kesatuan Antar Gerakan
Jika masih memungkinkan membentuk suatu kesatuan dan kerjasama antara organisasi/gerakan Islam saat ini seperti, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama'ah Islamiyah, Jama'ah Tabligh, Salafiyah, dan seterusnya, maka bagaimana seharusnya bentuk-bentuk konkrit dari kesatuan tersebut? Segi-segi kerjasama serta koordinasi apa saja yang merupakan bentuk nyata dari kesatuan tersebut?
Sebelum kita berbicara tentang kesatuan dan penyatuan gerakan-gerakan Islam, maka terlebih dahulu harus dibicarakan segi-segi apa yang wajib dipersatukan dan segi-segi apa pula yang tidak wajib dipersatukan. Setelah itu, barulah dibicarakan penyatuan gerakan-gerakan Islam, kemudian menyusul pembicaraan tentang bentuk hubungan antara berbagai gerakan Islam. Pembagian segi-segi pembicaraan seperti ini dimaksudkan agar jawaban yang ingin diketengahkan dapat lebih menyeluruh.
Kalau kita meneliti jama'ah/organisasi/kelompok gerakan atau harakah Islam yang ada pada setiap masa, maka akan kita jumpai keberagaman yang majemuk. Keadaan tersebut disebabkan oleh dua faktor:
(1) Bahwa Syara' membolehkan adanya banyak gerakan/kelompok harakah Islam, serta mazhab yang berbeda, sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Muslimin terdahulu. Misalnya, munculnya gerakan Khawarij, harakah Abbasiyah. Atau, timbulnya berbagai mazhhab ijtihad seperti Hanafi, Syafi'i, Hanbali dan Maliki, dan sebagainya. Semua mazhab ini posisinya sama seperti kelompok /gerakan Islam lainnya. Dasar kebolehan adanya beraneka ragam kelompok dakwah adalah berdasarkan firman Allah SWT:
"(Dan) hendaklah ada di antara kamu segolongan umat (jama'ah, kelompok dakwah, partai Islam, dan yang sejenis) yang menyeru kepada bebajikan (Islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(Ali Imran: 104).
Lafazh "ummah" pada ayat di atas, tidak membatasi jumlah jama'ah atau kelompok gerakan Islam, walaupun ayat itu mewajibkan kaum Muslimin untuk membentuk suatu jama'ah yang melaksanakan tugas dakwah, sebagaimana yang tertera pada ayat di atas. Seandainya telah terbentuk suatu jama'ah, maka kewajiban tersebut tidak lagi dibebankan kepada yang lain. Karena itu, tidaklah wajib membentuk dua jama' ah. Dengan demikian, bila telah terbentuk suatu jama'ah, maka tujuan dari ayat tersebut telah terlaksana. Kalau ternyata kemudian muncul jama'ah yang kedua, maka pembentukan itu hukumnya mubah (boleh ada).
Begitu pula kata _________ ("merekalah") dalam ayat tersebut sesungguhnya adalah penunjukan ("isim isyarah") untuk jamak yang merujuk kepada lafazh "ummah", yakni bahwa jama'ah-jama'ah atau kelompok-kelompok dakwah yang ada semuanya adalah termasuk golongan "muflihun" (orang-orang yang beruntung). Jadi, dengan menunjuk kepada lafazh "ummah", atau dengan menggunakan redaksi (sighah) jamak, berarti boleh terbentuk banyak jama'ah yang beragam.
(2) Setiap gerakan berdiri atas dasar pemahaman tertentu terhadap pola operasional da'wahnya, di samping pemahaman mereka dalam menentukan prioritas utama terhadap masalah-masalah vital umat. Mengenai pola operasional da'wah bagi suatu gerakan, memang nash-nash syara' memungkinkan adanya lebih dari satu macam pemahaman. Sebab, nash-nash tersebut khususnya yang berkaitan dengan pola operasional gerakan, menunjukkan lebih dari satu pengertian, karena sifatnya zhanniyatud-dilalah.
Misalnya, ada gerakan yang menganalogikan situasi sekarang dengan situasi da'wah Rasulullah saw di Makkah, sehingga mereka beranggapan bahwa menggunakan tindakan fisik (kekerasan) adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan da'wah Rasulullah saw1). Ada juga gerakan yang bersandar pada Hadits-hadits yang mengharuskan umat menentang penguasa dengan pedang atau kekerasan. Mereka beranggapan bahwa hadits-hadits tersebut memang mengharuskan agar umat bertindak demikian2).
Dari sudut tinjauan lain, ada sebagian harakah Islam menganalisis bahwa penyebab utama munculnya berbagai krisis politik, ekonomi, militer, maupun pendidikan, dan krisis lainnya dewasa ini, adalah karena tidak adanya negara Islam3). Selain itu, ada pula yang beranggapan bahwa semua krisis tersebut muncul karena lemahnya aspek keimanan dan rendahnya segi kerohanian kaum Muslimin4). Sedangkan kelompok lain beranggapan bahwa kelemaham umat Islam pada masa sekarang disebabkan oleh lemahnya bidang penghidupan ekonomi, keterbelakangan umat di bidang pendidikan, termasuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi5).
Berdasarkan dua faktor di atas, maka munculnya beraneka ragam gerakan merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan menurut sunnatullah, ini merupakah suatu keharusan, sebagaimana firmanNya:
"Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah Dia menjadikan manusia menjadi umat yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhannya. Dan untuk itu, Allah menciptakan mereka" (Hud: 118-119).
-------------------
1) Pendapat Hizbut Tahrir. Lihat Ta'rif li Hizbit Tahrir, hal. 41
2) Pendapat Ikhwanul Muslimin. Lihat Jundullah Tsaqafatan Wa Akhlaqan, Sa'id Hawwa, hal. 391-393; juga pendapat Tanzhimul Jihad, serta DI/TTI.
3) Pendapat Hizbut Tahrir. Lihat Nidaa Al Haar Ilal Muslimin Min Hizbit Tahrir, hal 87-89
4) Pendapat Salafiyah, kelompok Thariqat Shufiyah, Jama'ah Tabligh, serta kebanyakan dari kelompok yang tidak ingin melibatkan diri dalam masalah politik atas dasar Islam.
5) Pendapat sejumlah besar organisasi sosial-ekonomi (sosek), semisal Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jama'atul Islam (Pakistan), Darul Arqam (Malaysia), dan lain-lain.
Oleh karena itu, tidak boleh dipandang bahwa perbedaan pendapat antargerakan sebagai sesuatu yang diharamkan oleh syara'. Apabila ada seseorang atau kelompok dakwah tertentu yang berpendapat demikian, maka ini adalah suatu kekeliruan terhadap fakta nash-nash syara', tabi'at manusia, hakikat gerakan, dan pola operasional da'wah.
Sepengetahuan kami, tidak terdapat di dalam Al Qurâan maupun Sunnah satu dalil syara' pun yang mengharuskan adanya kesatuan antargerakan Islam; dalam arti bergabung dalam satu wadah gerakan di bawah perintah seorang Amir/pemimpin, dan menjalankan tugas da'wah dengan satu pemahaman serta satu pola operasional da'wah. Sungguh, tidak ada dalil Syar'i yang mengharuskan kesatuan semacam ini. Oleh karena itu, tidak dilarang adanya keberagaman gerakan Islam.
Penyatuan berbagai gerakan ke dalam satu wadah, bukanlah merupakan tujuan yang harus dicapai. Sebab, sesungguhnya adanya keragaman tersebut justru dibolehkan. Bahkan wajar pula apabila suatu gerakan mencanangkan dan mengutamakan suatu pola operasional da'wah sesuai dengan pemahamannya sendiri.
Namun demikian, perbedaan paham dan pendapat yang terdapat dalam berbagai gerakan/harakah Islam tidak berarti boleh berselisih dan saling memutuskan hubungan! Sebab, hal sikap tersebut telah diharamkan dan tidak boleh terjadi.
Jika keberagaman gerakan merupakan hal yang wajar, maka pemutusan hubungan dan saling bertikai satu sama lainnya adalah hal yang tidak wajar bahkan wajib dicegah dan diupayakan agar tidak sampai terjadi. Sebab, Allah SWT berfirman:
"...(Dan) Janganlah kamu berselisih (berbantah-bantahan), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan (kekuasaan)mu..." (Al Anfaal 46).
Jika penyatuan gerakan bukan merupakan tujuan, maka yang wajib menjadi tujuan adalah menjadikan berbagai gerakan/kelompok atau partai politik Islam menjalankan tugas da'wahnya sesuai dengan ketentuan Syara' yaitu, semua pola pemikiran dan operasional dakwahnya bersumber dari dalil-dalil Syara', dan hendaknya keseluruhannya bertujuan melanjutkan kehidupan Islam, yakni menjadikan kaum Muslimin berkehidupan secara Islami dalam semua tindakan/kegiatan mereka sehari-harinya, serta mendorong mereka untuk bertahkim/merujuk hanya kepada Syara' semata dalam semua urusannya, baik dalam persoalan-persoalan kecil maupun besar. Juga, berupaya untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Di samping itu, perlu menjauhkan jama'ah, gerakan dan kelompok dakwah Islam dari sikap saling bermusuhan yang pada akhirnya menyibukkan mereka dalam hal-hal yang tidak perlu (semisal mengecam, menyebarkan isu, mengembangkan fitnah, dan yang sejenisnya), sehingga melupakan tujuan utamanya.
Apabila hal ini bisa disepakati untuk dicapai oleh semua pihak, berarti tujuan penyatuan pokok-pokok pikiran gerakan telah terealisir.
Memang yang kita inginkan adalah adanya pertemuan antara para jama'ah, gerakan dan organisasi Islam, untuk duduk berdampingan dan membahas masalah-masalah penting yang dihadapi oleh umat pada setiap saat, kemudian disepakati cara memecahkan setiap kendala yang dihadapi oleh setiap gerakan guna meraih tujuan utama yang melatarbelakangi keberadaan setiap gerakan Islam, yaitu: melestarikan kehidupan Islam dengan mendirikan khilafah Islamiyah serta membimbing dan mengarahkan semua manusia kepada Islam. Inilah yang merupakan tugas utama umat, sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah SWT:
"(Dan) demikianlah kami jadikan kalian umat yang terbaik (bertindak adil) agar menjadi saksi bagi manusia, (bahwa kalian telah menyampaikan Risalah Islam kepada mereka) dan Rasul, juga menjadi saksi atas kalian (pada Hari Kiamat bahwa dia telah menyampaikan Risalah tersebut kepada umatnya)" (Al Baqarah: 143).
Oleh karena itu, berbagai jama'ah, kelompok, atau gerakan Islam, mempunyai kewajiban agar umat menjadikan Islam sebagai asas bagi kehidupan, serta menjadikan halal dan haram sebagai standard atas segala perbuatan. Selain itu, menjadikan ide-ide atau persepsi-persepsi Islam sebagai suatu keyakinan yang mendominasi semua jama'ah, kelompok, maupun gerakan Islam tersebut. Keberhasilan gerakan-gerakan Islam sekarang mengharuskan adanya jalur komunikasi dan kerja-sama, serta penyatuan tujuan bagi semua gerakan Islam yang ada di dunia demi untuk mengatasi problema utama umat, yaitu melanjutkan kehidupan Islam dengan cara membentuk dan menegakkan Khilafah Islam. Oleh karena itu, masing-masing harakah (gerakan) haruslah berupaya memecahkan problema utama tersebut, dengan semboyan: masing-masing bergerak sesuai dengan pemahaman serta pola operasional da'wahnya. Sebab dalam hal ini, masalah melanjutkan kelangsungan kehidupan Islam adalah merupakan induk dari semua krisis yang muncul di tubuh umat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak dibolehkan suatu gerakan menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sampingan yang dapat mengalihkan jama'ah/gerakan dari tujuan pokoknya yang telah disebutkan di atas seperti antara lain, mencurahkan sebagian besar perhatian dan waktunya kepada dunia pendidikan, kesehatan, kesenian Islam, media massa dan percetakan buku-buku Islam. Atau, pembinaan jasmani, semisal tenaga dalam, latihan militer, silat, senam kebugaran, berbagai cabang olahraga, dan yang lainnya. Juga, pembinaan rohani seperti bacaan wirid berjam-jam, menyepi, dan sebagainya. Semua itu dapat mengalihkan mengalihkan perhatian suatu gerakan menjadi akademis ilmiah, misalnya; atau kegiatannya hanya seputar lembaga pendidikan; juga mengurusi balai pengobatan, studio rekaman, penerbitan; atau menjadi kelompok militer, perkumpulan senam, tarikat, dan sebagainya. Hal semacam ini tidak boleh terjadi pada suatu gerakan/harakah Islam, karena dapat mengalihkan mereka dari tugas pokoknya.
Langkah taktis-strategis yang harus ditempuh untuk menyatukan berbagai aktivitas gerakan, dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama, diadakan pertemuan antargerakan, tetapi hanya terbatas pada tingkat pimpinan atau qiyadah gerakan dengan maksud agar saling memahami satu sama lain, serta untuk menghindarkan diri dari sikap berselisih, menyerang atau menyudutkan satu dengan yang lainnya.
Kedua, membahas segi persamaan dan perbedaan pada setiap kontak (pertemuan), baik di tingkat qiyadah/pimpinan, maupun anggota.
Dalam model pertemuan yang demikian itu, haruslah dibuat aturan main yang jelas. Misalnya, berbagai perbedaan yang terdapat di antara gerakan Islam yang masih dalam batasan Syara', maka tidak perlu dipersoalkan, apalagi sampai mengundang adanya perpecahan atau pertikaian. Namun apabila perbedaan itu terjadi karena menyalahi ketentuan Hukum Syara', maka setiap gerakan harus tunduk kepada pendapat yang benar.
Bagi semua jama'ah/kelompok/gerakan dan organisasi Islam, hendaklah menganggap dirinya menjadi salah satu jama'ah Islam yang merupakan bagian dari Jama'atul Muslimin (umat Islam secara keseluruhan). Tidak dibolehkan bagi salah satu dari golongan tersebut menganggap dirinya sebagai satu-satunya jama'ah/gerakan yang harus menonjol ke barisan terdepan, atau menganggap hanya dirinyalah yang merupakan Jama'atul Muslimin Bahkan, menganggap bahwa setiap orang yang berbeda pemahaman dan pola operasional da'wahnya dengan apa yang ada pada diri mereka adalah seolah-olah telah keluar dari jama'ah kaum Muslimin, atau dianggap memecahbelah persatuan umat!6)
Memang wajar bila setiap gerakan berhak menganggap pemahamannya terhadap Islam dan pola operasional da'wahnya adalah tepat dan benar. Sebab kalau tidak demikian, tentulah gerakan itu tidak terikat (bebas) oleh lingkaran pemahaman dan pola operasional da'wahnya. Akan tetapi harus dibedakan sikap suatu jama'ah/kelompok/gerakan yang menganggap dirinya lebih benar dibandingkan dengan yang lainnya, dan menganggap dirinya yang benar sedangkan yang lainnya sesat. Atau, menganggap dirinya sebagai satu-satunya Jamaatul Muslimin, yang berarti bahwa berbagai jama'ah di luar diri mereka tidak termasuk Jama'atul Muslimin! Sikap yang demikian itu secara Syari' tidak dibenarkan. Sebab,
Islam menganggap bahwa kaum Muslimin secara keseluruhan adalah
-------------------
6) Pernyataan seperti ini sering muncul dari orang-orang tertentu dan berpengaruh di dalam sebuah gerakan, misalnya bahwa "Tidak diperlukan lagi adanya gerakan da'wah selain dari gerakan Ikhwanul Muslimin" (Lihat pernyataan Dr. Abdullah Azzam dalam buku "Ad Da'watul Islamiyah, Faridlatun Syar'iyah Wadl Dlaruratun Basyar'iyah", halaman 95). Atau, bahwasanya "Dapat dikatakan jama'ah Ikhwanul Muslimin adalah jama'ah yang paling tepat dan dapat disebut sebagai satu-satunya Jama'atul Mus limin" (Lihat pernyataan Said Hawwa dalam "Al Madkhal Ila Da'wati Al Ikhwan Al Muslimin", halaman 21-25)Jama'atul Muslimin.
Dalam hal ini, kita telah diingatkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah (potongan) Hadits Huzhaifah bin Yaman7):
"...Tetaplah engkau bersama dengan jama'ah kaum Muslimin dan Imam (Khalifah) mereka" (HR Bukhari).
Begitu pula tatkala Khalifah Utsman bin Affan terbunuh, seseorang bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang bagaimana ia harus bersikap dalam situasi yang "labil" tersebut. Ibnu Mas'ud berkata8):
"Tetaplah engkau (bergabung) bersama Jama'atul Muslimin. Sebab, Allah SWT tidak akan mempersatukan umat Muhammad ini dalam kesesatan".
Perkataan Ibnu Mas'ud tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan "Jama'atul Muslimin" adalah umat Islam secara keseluruhan. Bila ucapan tersebut dikaitkan dengan Hadits Huzhaifah di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa Jama'atul Muslimin adalah masyarakat kaum Muslimin yang berada di bawah kekuasaan seorang Imam /Khalifah, dan mereka (ketika itu) belum terlibat (bergabung) dengan kelompok atau aliran sesat yang menentang Islam dan Khilafah atau berusaha memisahkan diri dari Jama'atul Muslimin.
Pengertian tentang Jama'atul Muslimin, sesungguhnya tidaklah berbeda dengan pendapat para fuqaha dan ahli Hadits. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa Jama'atul Muslimin adalah seluruh umat Islam (Assawad Al A'zham), atau jama'ah kaum Muslimin yang menaati Imam /Khalifah mereka. Sedangkan siapa saja yang melanggar bai'at (taat), maka ia dianggap telah keluar dari Jama'atul Muslimin9).
-------------------
7) Lihat Shahih Bukhari, hadits no. 7084.
8) Lihat Fathul Bari , Ibnu Hajar Al Asqalany, jilid XXIII, halaman 37.
9) Ibid, halaman 37.
Oleh karena itu, kepentingan pertemuan pada tingkat pimpinan merupakan satu keharusan dan perlu dibahas secara serius dan berdaya-guna, dengan tujuan untuk menghilangkan perselisihan di antara gerakan-gerakan da'wah Islam, sekaligus berusaha untuk menyatukan gerak da'wah khususnya dalam masalah-masalah penting yang dihadapi oleh umat Islam sekarang. Semua itu tidak lain adalah untuk menemukan cara dan sarana yang tepat dan bijaksana demi mendorong kemajuan da'wah Islam.
Juga perlu adanya pertemuan pada tingkat anggota gerakan Islam itu sendiri, agar mereka dapat memahami bahwa pribadinya juga merupakan bagian dari kaum Muslimin sebelum mereka benar-benar bersikap dan bertindak sebagai seorang pengemban da'wah. Dengan kata lain, seorang pengemban da'wah adalah seorang Muslim, sebelum ia (terlepas atau) berada dalam suatu kelompok/jama'ah/gerakan Islam. Juga, perlu dijelaskan kepada mereka bahwa hubungan antarsesama anggota gerakan haruslah berupa hubungan persaudaraan, dan bahwasanya setiap pengemban da'wah harus diingatkan pada firman Allah SWT:
"Berpegangteguhlah kalian semua dengan Dinul Islam (Hablillaah) dan janganlah (kamu) bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan [masa jahiliyah], maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara" (Ali Imran: 103).
Apabila para pengikut gerakan Islam tersebut menjadikan Ayat di atas sebagai pusat perhatiannya, maka mereka akan menyadari bahwa hubungan antara pengikut gerakan tersebut adalah hubungan persaudaraan, sekalipun terdapat berbagai bentuk perbedaan. Sebab, perbedaan yang demikian adalah perbedaan yang wajar terjadi di antara sesama kaum Muslimin, tetapi tidak sampai dianggap satu sama lain saling bermusuhan. Bahkan mereka itu bersaudara.
Oleh karena itu perlu adanya pertemuan antarpengikut gerakan, misalnya di masjid, sekolah/kampus, rumah-rumah maupun kantor, atau di setiap tempat yang memungkinkan para pengemban da'wah dapat bertemu. Selain itu, satu sama lain hendaknya membicarakan tentang ide-ide Islam dan masing-masing berusaha untuk merealisasikan Islam dalam kehidupan. Setiap orang dari mereka harus menyadari bahwa da'wah mereka wajib ditujukan untuk Islam, bukan untuk jama'ah /kelompok /partai /organisasi, atau perorangan. Juga, kesetiaannya (sikap Wala', Muwalaat) adalah untuk Islam semata, bukan untuk salah satu golongan atau perorangan tersebut. Kemudian setiap orang di antara mereka hendaknya menyadari bahwa dia bersama saudaranya berada dalam satu kubu untuk menentang kekufuran dan orang-orang kafir yang memusuhi Islam beserta umatnya.
Jika kesadaran ini telah muncul, maka hilanglah fanatisme golongan, partai, jama'ah, atau fanatisme terhadap pemimpin gerakan. Sebab, loyalitas seorang Muslim harus semata-mata untuk Islam. Begitu juga ketaatannya, harus menjadi ketaatan yang lahir atas dasar kesadaran, bukan taqlid buta. Oleh karena itu, bila telah terbentuk suatu kontak pertemuan antara para pemimpin dan pengikut masing-masing jama'ah atau gerakan, maka berarti telah terbentuk pula satu kesatuan aktivitas atau kerja sama (ta'awun) yang akan mendatangkan keuntungan bagi da'wah Islam, sehingga ia menjadi pendorong da'wah untuk bergerak maju dengan kehendak Allah SWT.
Selain itu, hendaklah semua gerakan Islam menyadari bahwa Khilafah (pemerintahan Islam) adalah semata-mata Khilafah Islamiyah, bukan Khilafah milik golongan/gerakan tertentu, baik Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Jama'ah Tabligh, Jama'ah Islamiyah, dan lain-lain. Juga perlu disepakati bahwa Khalifah yang dibai'at oleh umat merupakan Imam (pemimpin) bagi kaum Muslimin seluruhnya dan dialah yang mewakili umat dalam melaksanakan Hukum Syara' serta mengembangkan da'wah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan jalan jihad.
Seorang Khalifah tidak boleh mewakili kepentingan satu golongan tertentu, dan tidak boleh pula mendahulukan kepentingan satu partai politik tertentu, yang pernah diikutinya atau masih aktif di dalamnya lebih daripada kepentingan kaum Muslimin keseluruhannya. Karena, dengan terlaksananya bai'at [pengangkatan terhadap Khalifah], maka dia telah menjadi wakil kaum Muslimin dalam melaksanakan seluruh Syariat Islam dan mengemban Risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Di samping itu, ia harus mengatur dan memelihara urusan kaum Muslimin secara keseluruhan, termasuk urusan ahli zhimmah. Sebab, mereka selaku rakyat dan dia selaku pemimpin, bertanggung jawab atas mereka.
Ini berarti bahwa setiap gerakan harus beranggapan bahwa apabila salah satu gerakan telah berhasil menegakkan Khilafah Islamiyah, maka yang lain harus ikut tunduk kepada Khalifah yang diangkat oleh gerakan tersebut dengan membai'atnya (bai'atuth thaat) selaku Amirul Mukminin. Juga, hendaklah setiap gerakan berusaha untuk menggabungkan semua wilayah yang menjadi pusat gerakan mereka dengan wilayah-wilayah Khilafah tanpa melihat lagi gerakan mana yang telah berhasil mendirikan Khilafah Islam.
Apabila Jama'ah Islamiyah yang ada di Pakistan telah berhasil mendirikan suatu negara yang berbentuk Khilafah Islamiyah, kemudian negeri tersebut telah memenuhi semua persyaratan sebagai Darul Islam, yakni keamanan masyarakat dan kekuasaan di sana yang tadinya berada di bawah naungan kekufuran telah berubah status di bawah kekuasaan dan keamanan Islam, maka pada saat itulah wajib bagi seluruh gerakan lainnya yang beroperasi di luar wilayah Pakistan seperti, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Kelompok Jihad, FIS (Front of Islamic Salvation), Jama'ah Tabligh dan lain sebagainya untuk segera berbai'at kepada Khalifah serta berusaha menggabungkan negeri Islam lainnya dengan Negara Khilafah.
Oleh karena itu, tidak begitu penting siapa yang mendapatkan pertolongan Allah SWT ("Nashrullah") lebih dahulu, tetapi yang penting adalah pertolongan Allah SWT itu terlebih dahulu jatuh kepada salah satu gerakan. Sebab, Khilafah tersebut adalah untuk kaum Muslimin semuanya dan kemenangan itu diperuntukkan bagi semua gerakan yang ada di dunia, bukan untuk salah satunya. Dengan demikian, keberagaman gerakan merupakan faktor positif yang dapat menumbuhkan semangat bergerak dalam diri umat dan mendekatkan semua kaum Muslimin kepada pertolongan Allah SWT dimana umat Islam sekarang mengharapkan akan tiba dalam waktu yang dekat.
Demikianlah sebagian garis besar jawaban terhadap pertanyaan di atas yang semua itu dapat dilaksanakan melalui diskusi atau pertemuan langsung (face to face), bukan melalui surat menyurat, atau cara-cara lainnya. Hanya inilah yang dapat membuka wawasan yang kuat antar gerakan Islam untuk berjuang melaksanakan kegiatan da'wahnya yang itu tidak mungkin dilaksanakan sendiri-sendiri. Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah SWT agar berkenan memberikan kekuatan dan taufiq kepada semua gerakan Islam untuk berjuang sesuai dengan apa yang diridlaiNya, dan kita memohon kepada Allah Ta'ala agar menetapkan semua gerakan Islam di jalan yang haq dan benar, serta berupaya menegakkan Khilafah Islam yang keberadaannya sangat penting bagi umat Islam. Bahkan, bagi semua umat manusia! Kita juga memohon kepada Allah SWT agar pencapaian cita-cita semua gerakan dapat terlaksana, yaitu dengan tegaknya Khilafah Islam dan terhimpunnya kekuatan kaum Muslimin, serta terciptanya kesatuan antarnegeri-negeri Islam.
Alhamdulillaah, perasaan dan semangat Islam demikian telah mulai muncul dan bersemi di kalangan umat Islam yang kini cenderung untuk bangkit. Oleh karena itu, kita juga memohon kepada Allah SWT agar semua gerakan Islam dapat berhasil mencapai satu-satunya tujuan ini, dan selanjutnya lepas landas demi membebaskan manusia dari berbagai tindak kezhaliman, kerusakan, kenistaan, keresahan serta kekacauan. Tercapainya tujuan tersebut bukanlah suatu hal yang sulit bagi Allah SWT.